Taman Langsat, Baca Buku, dan Ingatan Masa Lalu



Baca buku menjadi hal aneh dan tidak lagi begitu menggairahkan bagi sebagian orang. Baca buku apalagi ditengah serbuan teknologi dan teman-temannya itu bagi sebagian orang menjadi hal kuno dan tidak penting lagi.  Apalagi zaman yang telah berubah. Orang-orang kini lebih sibuk dengan gadget mereka dibandingkan dengan buku. 

Namun, hal itu seketika terbantahkan saat aku hadir di antara para pembaca buku yang tempo hari, Sabtu, 24 Juni 2023 diadakan komunitas Baca Bareng (@bacabareng.sbc), Bookish Couple (@bookish_couple) bersama Fiksi Gramedia Pustaka Utama (@fiksigpu) dan Penerbit Gramedia Pustaka Utama (@bukugpu) di Taman Langsat, Jakarta Selatan.

Acara seru ini diberi judul "Dari Buku Turun ke Hati" dan dihadiri oleh puluhan orang.

Bagi aku pribadi, acara seperti ini memberi dampak yang bagus untuk kembali menemukan jati diri yang hilang. Sepertinya, aku telah tersesat di dunia pekerjaan yang tiada habis-habisnya. Kita terus saja sibuk dengan rutinitas tanpa ampun ini.

Padahal, sebagai perantau di Jakarta sejak 2011, buku dan segala macam kegiatan sastra telah memberikan aku begitu banyak jalan yang mulus untuk masuk dan mengenal banyak orang dan pemikiran mereka. Dengan buku pula aku dapat pergi ke daerah-daerah yang tak pernah terpikirkan sebelumnya, kemudian bertemu orang baru dan pengalaman mereka.

Buku juga kemudian membawa aku mengenal lebih banyak kosakata dalam proses kepenulisanku, bahkan dari tidak bisa menulis secara baik hingga akhirnya bisa melahirkan buku tunggal.

Setelah lama tidak berkomunitas dan hadir di acara-acara sastra, bahkan kegiatan sejenis ini, aku merasa sudah begitu jauh tertinggal dengan teman-teman lain terutama teman di komunitas Cerita Nulis Diskusi Online (Cendol) yang pada 2011 hingga 2016 menjadi pusat pelajar bagi penulis pemula, termasuk aku di dalamnya.

Waktu itu, komunitas ini banyak melahirkan penulis baru. Tidak saja hanya penulis, komunitas Cendol juga melahirkan penulis skenario, penyair bahkan wartawan. Namun, seiring berjalannya waktu, komunitas ini pamit mundur dari eksistensi dunia kepenulisan.

Pun demikian, komunitas ini patut berbangga diri karena telah dan mampu menciptakan "Gaya" baru saat itu, yakni menjadi salah satu pelopor komunitas grup online di facebook dengan pagelaran berbagai kegiatan kepenulisan. 

Selain itu, komunitas ini secara konsisten pada waktu itu mengundang pemateri-pemateri handal untuk mengisi kegiatan mereka seperti Redaktur Majalah Gadis, Farik Ziat , Redaktur Majalah Story, Reni Erina, Penulis Novel Sejarah, Putra Gara, Penulis 1001 Cerpen, Donatus A. Nugroho, hingga Penulis Novel Lupus, Hilman Hariwijaya dan masih banyak penulis ternama lainnya yang sempat menjadi “Suhu” kami.

Tapi kesemua itu dulu, ya. Saat aku masih produktif dalam menulis dan melahirkan karya baik puisi dan cerpen, sesekali artikel yang dikirim ke media lokal. Rasanya, ingin kembali lagi ke masa-masa produktif itu lagi tanpa alasan ”Kesibukan” dan sebagai macamnya.

Sebagai orang yang punya keberuntungan beruntun yang berasal dari berbagai buku, sepertinya memang aku harus kembali ke jalan yang benar, yakni jalan kepenulisan, kemudian kembali produktif melahirkan karya.

Dalam tiga tahun ini, sebenarnya aku ingin “Lari” dari dunia kepenulisan. Ada hal-hal yang tidak dapat kujelaskan yang telah terjadi yang membuat aku merasa perlu menepi sebentar dari dunia itu. Namun, kenyataannya semakin aku menjauh, semakin aku merasa kosong. Seperti Hayati meninggalkan Zainuddin dalam film Tenggelamnya Kapan Van der Wick karya Buya Hamka.

Ah, semoga saja ini bukan bualan semata. Ini adalah niat untuk kembali ke jalan yang seharusnya tetap ada aku di sana.

 

 


Posting Komentar

0 Komentar