Sebelumnya, kuhanturkan salam hangat kepada redaktur sastra di Harian Cakrawala Makassar, Daeng Irfan Abdul Gani, yang sudah memberikan kesempatan untuk kesekaian kalinya menampilkan puisiku. Kali ini, puisi yang kutulis, adalah puisi tentang Smong (tsunami), yang meluluhlantakkan Aceh pada 26 Desember 2004 silam. Walaupun sudah sepuluh tahun berlalunya kejadian itu, namun kenangan yang lekat memang tak pernah bisa dihilangkan begitu saja. Maka dari itu, kutuliskanlah puisi ini, lalu kuperuntukkan kepada mereka yang pergi pagi itu.
Hikayat Laut
Di tubuh puisi, kau dapat menitipkan banyak hal,
termasuk gemertak riuh angin yang menabrak dada.
Atau sekedar menitipkan kata rindu kepada sahabat
yang diambil oleh laut pada pagi minggu yang murka.
Atau jika sesekali kau beruntung,
laut seolah hendak mengajakmu mengingat lagi
siapa saja yang diambil pagi itu, dan tibatiba kaupun menangis,
saat bayangan sabahatsahabat menembus batas bawah sadarmu.
Sebab hanya di tubuh puisi
kau bisa berjalan-jalan ke arah paling luka,
lalu menemukan banyak kenangan
yang membuatmu sadar bahwa pagi minggu itu,
sudah berlalu 10 tahun lamanya, dan luka, tetap hilang rasa sakit,
tapi tidak dengan bekasbekasnya.
Ya, seperti itulah pagi itu.
Laut benar-benar membawa kabar paling ngeri,
dan sampai detik ini, aku masih ingat bagaimana gemertak tanah,
atau suara kayu patah, dan rumahrumah, hanyut di jalanjalan raya.
2014
Sebelum Dijemput Laut
Agar rinduku tak mudah patah
kupasang gambarmu di kamar ini
di sampingnya, ada pena darimu,
yang kauberi sebelum dijemput laut
Aku tahu pagi itu begitu kacau
di langit kudengar cicit burung gelisah
seperti hendak memberi kabar
namun tak jua kita bisa membacanya
Kini yang ada dalam diriku
adalah kerelaan yang luruh
melepaskan semua beban-beban
agar kau segera kepada Tuhan sampai
2014
Mengenangmu
Mengenangmu,
adalah kembali pada masalalu.
Indah, namun terasa begitu sakit,
menusuk pelanpelan.
Menenggelamkan jauh diriku kepada kerinduan.
Kau memang telah tiba di laut
angin yang asin dan ribut
telah mengabarkan kepadaku
bahwa kau memang pantas ke sana ikut
Dan aku, di sinilah kaku sendiri
sambil sesekali marah kepada laut
Tapi terkadang aku sadar, takdir memang
sudah tertulis sebelum kita dilahirkan
2014
Tak Akan Hilang
Selain doa yang kurapalkan
kutulis juga beberapa puisi
dan seketika aku seolah merobek luka lama
yang tersimpan jauh di lubuk ingatan
Tapi hanya dengan begitulah
aku bisa berkunjung pada kalian
lalu duduk menyepi sendiri
berharap sesekali ada kedatangan
Habis sudah airmataku, Kawan
kini, biar aku lesap ke diri kalian
biar aku peluk bayang kalian
supanya rindu ini tak akan hilang
2014
#Puisi ini kudedikasikan untuk para sahabatku dan juga kepada seluruh korban Ie Beuna (Tsunami) 10 tahun silam (26 Desember 2004-26 Desember 2014).
Hikayat Laut
Di tubuh puisi, kau dapat menitipkan banyak hal,
termasuk gemertak riuh angin yang menabrak dada.
Atau sekedar menitipkan kata rindu kepada sahabat
yang diambil oleh laut pada pagi minggu yang murka.
Atau jika sesekali kau beruntung,
laut seolah hendak mengajakmu mengingat lagi
siapa saja yang diambil pagi itu, dan tibatiba kaupun menangis,
saat bayangan sabahatsahabat menembus batas bawah sadarmu.
Sebab hanya di tubuh puisi
kau bisa berjalan-jalan ke arah paling luka,
lalu menemukan banyak kenangan
yang membuatmu sadar bahwa pagi minggu itu,
sudah berlalu 10 tahun lamanya, dan luka, tetap hilang rasa sakit,
tapi tidak dengan bekasbekasnya.
Ya, seperti itulah pagi itu.
Laut benar-benar membawa kabar paling ngeri,
dan sampai detik ini, aku masih ingat bagaimana gemertak tanah,
atau suara kayu patah, dan rumahrumah, hanyut di jalanjalan raya.
2014
Sebelum Dijemput Laut
Agar rinduku tak mudah patah
kupasang gambarmu di kamar ini
di sampingnya, ada pena darimu,
yang kauberi sebelum dijemput laut
Aku tahu pagi itu begitu kacau
di langit kudengar cicit burung gelisah
seperti hendak memberi kabar
namun tak jua kita bisa membacanya
Kini yang ada dalam diriku
adalah kerelaan yang luruh
melepaskan semua beban-beban
agar kau segera kepada Tuhan sampai
2014
Mengenangmu
Mengenangmu,
adalah kembali pada masalalu.
Indah, namun terasa begitu sakit,
menusuk pelanpelan.
Menenggelamkan jauh diriku kepada kerinduan.
Kau memang telah tiba di laut
angin yang asin dan ribut
telah mengabarkan kepadaku
bahwa kau memang pantas ke sana ikut
Dan aku, di sinilah kaku sendiri
sambil sesekali marah kepada laut
Tapi terkadang aku sadar, takdir memang
sudah tertulis sebelum kita dilahirkan
2014
Tak Akan Hilang
Selain doa yang kurapalkan
kutulis juga beberapa puisi
dan seketika aku seolah merobek luka lama
yang tersimpan jauh di lubuk ingatan
Tapi hanya dengan begitulah
aku bisa berkunjung pada kalian
lalu duduk menyepi sendiri
berharap sesekali ada kedatangan
Habis sudah airmataku, Kawan
kini, biar aku lesap ke diri kalian
biar aku peluk bayang kalian
supanya rindu ini tak akan hilang
2014
#Puisi ini kudedikasikan untuk para sahabatku dan juga kepada seluruh korban Ie Beuna (Tsunami) 10 tahun silam (26 Desember 2004-26 Desember 2014).